Page 1 of 5

p-ISSN: 2477-8494 e-ISSN: 2580-2747 Jurnal Agrotek Indonesia (8) 1: 7-11 (2023)

Potensi Ekstrak Daun Biduri (Calotropis gigantea L.) sebagai Insektisida Nabati

pada Kutu Daun Cabai (Aphis gossypii Glover.)

Potential of Gigantic Swallow Wort Leaf Extract (Calotropis gigantea L.) as a Plant-based Insecticide

on Chili Aphids (Aphis gossypii Glover.)

Satriyo Restu Adhi1*)

1)Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Singaperbangsa Karawang

Jl. HS. Ronggo Waluyo, Puseurjaya, Telukjambe Timur, Karawang, Jawa Barat 4136

*Penulis untuk korespondensi: satriyo.restu@faperta.unsika.ac.id

Diterima 24 Mei 2023 / Disetujui 6 Juni 2023

ABSTRACT

Aphis gossypii Glover (Hemiptera: Aphididae) is a polyphagous insect that can attack various types of

plants. Its presence on chili plants can cause significant yield losses. In addition, this aphid also acts as a vector

for viruses that can attack chili plants. Control of aphids is generally done using synthetic pesticides, but the use

of these pesticides can have a negative impact on the environment and human health. As an alternative, plant- based insecticides can be used to control these insects. One plant that has potential as a plant-based insecticide

is gigantic swallow wort (Calotropis gigantea Linn.). Gigantic swallow wort leaf extract contains secondary

metabolites such as flavonoids, terpenoids, alkaloids, and others that have toxic effects on aphids. This study

aims to analyze the effect of gigantic swallow wort leaf extract on the mortality of chili aphids. The research

method used a completely randomized design with five treatments of gigantic swallow wort extract

concentration, namely 0%; 0.5%; 1%; 1.5%; and 2%. The test was conducted by spray method, and the

mortality of aphids was observed for three days. The highest mortality was found in the 2% gigantic swallow

wort extract concentration treatment with a mortality percentage of 76.67%. Based on literature studies, the

presence of secondary metabolite compounds such as alkaloids, glycosides, terpenoids, flavonoids, and others.

These compounds are thought to have an insecticidal effect and can interfere with the metabolism of aphids. The

use of plant-based insecticides can be an alternative that is more environmentally friendly and safe for non- target organisms. In addition, this study also provides information on the content of secondary metabolites in

biduri extract that play a role in controlling pests.

Keywords: Aphids, Calotropis gigantea, Chili plants, Insecticidal, Plant-based insecticides

ABSTRAK

Aphis gossypii Glover (Hemiptera: Aphididae) merupakan serangga polifag yang dapat menyerang

berbagai jenis tanaman. Keberadaannya pada tanaman cabai dapat menyebabkan kerugian hasil yang

signifikan. Selain itu, kutu daun ini juga berperan sebagai vektor virus yang dapat menyerang tanaman cabai.

Pengendalian kutu daun umumnya dilakukan dengan menggunakan pestisida sintetik, namun penggunaan

pestisida ini dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia. Sebagai alternatif,

insektisida nabati dapat digunakan untuk mengendalikan serangga ini. Salah satu tanaman yang memiliki

potensi sebagai insektisida nabati adalah biduri (Calotropis gigantea Linn.). Ekstrak daun biduri mengandung

metabolit sekunder seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid, dan lainnya yang memiliki efek racun terhadap kutu

daun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ekstrak daun biduri pada mortalitas kutu daun

cabai. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan konsentrasi

ekstrak biduri yaitu 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%. Pengujian dilakukan dengan metode semprot, dan mortalitas

kutu daun diamati selama tiga hari. Hasil penelitian menunjukkan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan

konsentrasi 2% dengan persentase mortalitas 76,67%. Berdasarkan studi literatur menunjukkan adanya

senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, glikosida, terpenoid, flavonoid, dan lainnya. Senyawa-senyawa

tersebut diduga memiliki efek insektisidal dan dapat mengganggu metabolisme serangga kutu daun. Dengan

demikian, ekstrak daun biduri memiliki potensi sebagai insektisida nabati untuk mengendalikan kutu daun cabai.

Penggunaan insektisida nabati dapat menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan dan aman bagi organisme

non-target. Selain itu, penelitian ini juga memberikan informasi mengenai kandungan metabolit sekunder dalam

ekstrak biduri yang berperan dalam mengendalikan hama.

Keywords: Cabai, Calotropis gigantea, Insektisidal Kutu daun, Pestisida nabati

Page 2 of 5

p-ISSN: 2477-8494 e-ISSN: 2580-2747 Jurnal Agrotek Indonesia (8) 1: 7-11 (2023)

PENDAHULUAN

Kutu daun Aphis gossypii Glover

(Hemiptera: Aphididae) adalah serangga polifag

yang menyerang berbagai golongan tanaman

seperti Curubitaceae, Malvaceae, Rustaceae, dan

Solanaceae (Wang et al., 2016). Kutu daun A.

gossypii pada tanaman dapat terlihat di helai daun,

ranting, batang, cabang, dan tangkai buah pada

tanaman inang. Keberadaan kutu daun pada

tanaman cabai dapat menyebabkan kehilangan

hasil. Kutu daun yang berkoloni pada bagian

tanaman akan menghisap makanan menggunakan

stilet, akibatnya pertumbuhan tanaman akan

terganggu dengan adanya gejala kerdil, layu,

bahkan gugur pada daun dan buah (Capinera,

2000; Ebert & Cartwright, 1997; Riyanto et al.,

2016).

Keberadaan kutu daun A. gossypii juga

berperan sebagai vektor virus yang mampu

menyerang tanaman cabai (Santi et al., 2022).

Virus yang dapat disebarkan diantaranya Tobacco

Mosaic Virus (TMV), Papaya Ringspot Virus,

Watermelon Mosaic Virus (CMV), Turnip Mosaic

Virus (Riyanto et al., 2016). Di sisi lain, kutu daun

mampu mensekresikan embun madu (honey dew)

pada permukaan daun, sehingga dapat

mengganggu proses fotosintesis karena daun akan

tertutupi oleh koloni embun jelaga. Kutu daun

yang menyerang tanaman dapat menyebabkan

kerugian hasil secara ekonomi dengan kisaran 6 –

25% dan jika sekaligus menjadi vektor virus

kerugian mampu mencapai lebih dari 90% (Eid et

al., 2018; Nugroho et al., 2013).

Saat ini, pestisida sintetik umum digunakan

untuk mengendalikan kutu daun. Tetapi

penggunaan dalam kurun waktu tertentu akan

menimbulkan dampak negatif seperti menjadi

sumber polusi pada lingkungan, resistensi pada

hama, dan berpengaruh pada kesehatan manusia

(Mahmood et al., 2016). Pengendalian alternatif

serangga kutu daun dapat dilakukan dengan

menggunakan insektisida nabati. Insektisida nabati

memiliki keunggulan seperti residunya lebih cepat

terdegradasi di alam sehingga tingkat

persistensinya rendah, dan memiliki selektivitas

yang tinggi sehingga aman untuk organisme non- target (Cloyd, 2004; Lengai et al., 2020).

Sumber bahan baku insektisida nabati dapat

diperoleh dari beberapa jenis tanaman. Biduri

(Calotropis gigantea Linn.) adalah tanaman gulma

yang memiliki getah pada daun, bunga, atau

batangnya. Gulma tersebut tumbuh tersebar di

daerah tropis dan subtropis seperti India,

Indonesia, Malaysia, dan Tiongkok. Biduri

memiliki potensi sebagai obat tradisional,

antibakteri, antioksidan, sitotoksik, ovisida, dan

insektisida (Mushir et al., 2016).

Ekstrak tanaman telah dilaporkan memiliki

kemampuan mengendalikan serangga hama karena

kandungan metabolit sekunder yang menghambat

aktivitas makan, menghambat pertumbuhan, dan

bersifat racun. Biduri memiliki kandungan

metabolit sekunder dari golongan flavonoid,

kardioaktif glikosida, triterpenoid, alkaloids, resin,

antosianin, tanin, saponin, dan enzim proteolitik

(Neto et al., 2013). Efektivitas ekstrak tanaman

biduri dalam mengendalikan kutu daun dapat

diamati dengan melihat persentase mortalitas, oleh

karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis pengaruh ekstrak daun pada kutu

daun cabai (A. gossypii).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Pestisida dan Toksikologi Lingkungan,

Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran pada

Juni 2018.

Persiapan ekstraksi, formulasi, dan konsentrasi

Daun C. gigantea dikumpulkan dari

beberapa tempat di Kabupaten Indramayu,

Provinsi Jawa Barat. Metode ekstraksi dilakukan

dengan metode Permadi & Fitrihidajati (2019)

yang dimodifikasi, yaitu daun biduri dikering

angin selama 2-3 hari, setelah kering daun

dihaluskan dengan menggunakan blender dan

dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96%

selama 3x24 jam. Selanjutnya daun yang telah

dimaserasi disaring menggunakan kertas saring

untuk mendapatkan larutan rendaman. Larutan

rendaman hasil maserasi diuapkan dengan metode

evaporasi menggunakan alat rotary evaporator

selama 1-2 jam untuk mendapatkan ekstrak (crude

extract).

Gambar 1. Formulasi ekstrak daun biduri

Ekstrak disimpan dalam botol kaca

berpenutup kemudian disimpan dalam lemari

pendingin sebagai stok. Pembuatan formulasi

Page 3 of 5

p-ISSN: 2477-8494 e-ISSN: 2580-2747 Jurnal Agrotek Indonesia (8) 1: 7-11 (2023)

dilakukan dengan mencampurkan crude extract

dengan kandungan bahan aktif 20% dan sisanya

80% adalah bahan pembawa yaitu tween dan span.

Ekstrak daun biduri yang sudah diformulasikan

dan diujikan pada air diberi nama Biduri 20SL.

Pembuatan konsentrasi dilakukan dengan cara

melarutkan formulasi ekstrak C. gigantea dengan

air (v/v).

Rancangan percobaan dan analisis data

Metode percobaan yang digunakan adalah

metode eksperimental. Percobaan dirancang

dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Penelitian ini terdiri atas 5 konsentrasi perlakuan,

setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

a. Kontrol (air)

b. Formulasi ekstrak biduri 0,5%

c. Formulasi ekstrak biduri 1%

d. Formulasi ekstrak biduri 1,5%

e. Formulasi ekstrak biduri 2%

Bioefikasi ekstrak biduri pada kutu daun

Pengujian dilakukan dengan metode

semprot. Daun cabai diletakan di atas cawan Petri

beralas kertas tisu lembap, kemudian

diinfestasikan nimfa kutu daun A. gossypii pada

atas daun sebanyak 10 ekor per perlakuan dengan

bantuan kuas halus. Selanjutnya masing-masing

larutan konsentrasi disemprotkan menggunakan

botol semprot pada kutu daun dalam Petri

sebanyak 2 kali semprot. Pengamatan dilakukan

setiap hari hingga 3 hari. Kutu daun yang mati

dicirikan dengan tidak bergeraknya serangga

setelah disentuh menggunakan kuas halus. Data

pengamatan kematian kutu daun dimasukkan ke

dalam rumus mortalitas total.

Mortalitas Total = ∑

Nimfa Mati

Nimfa Uji x100%

Gambar 2. Pengujian bioefikasi pada kutu daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mortalitas kutu daun

Kematian nimfa kutu daun bergantung pada

jumlah konsentrasi formulasi ekstrak biduri yang

diberikan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Mortalitas kutu daun pada perlakuan

ekstrak biduri beberapa konsentrasi

Perlakuan Mortalitas Total

(%)

Kontrol 6,67 a

Formulasi ekstrak biduri 0,5% 36,67 b

Formulasi esktrak biduri 1% 40,00 b

Formulasi ekstrak biduri 1,5% 56,67 bc

Formulasi ekstrak biduri 2% 76,67 c

Keterangan: Huruf yang sama pada satu kolom dalam

tabel menunjukan data tidak berbeda nyata berdasarkan

Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%

Berdasarkan hasil pengamatan, hubungan

kematian dan konsentrasi formulasi ekstrak biduri

menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan

perlakuan kontrol (tanpa ekstrak). Kematian

tertinggi terlihat pada perlakuan konsentrasi

ekstrak biduri 2% dengan nilai 76,67% dan pada

perlakuan 0,5; 1; 1,5 tidak menunjukkan nilai yang

berbeda nyata satu sama lain berdasarkan uji

statistik. Perlakuan dengan konsentrasi tinggi yang

menghasilkan nilai persentase mortalitas kutu daun

tinggi diindikasikan karena semakin banyaknya

partikel senyawa metabolit sekunder yang terserap

dan terakumulasi pada tubuh nimfa.

Gambar 3. Grafik rata-rata persentase mortalitas

kutu daun (A. gossypii) setelah perlakuan.

Pada ekstrak daun tanaman biduri

terkandung metabolit primer dan metabolit

sekunder. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan

jika terkandung metabolit sekunder yaitu alkaloid,

glikosida, terpenoid, saponin, flavonoid, dan

kardiak flavonoid (Beena et al., 2018). Gejala

kematian pada setiap perlakuan diindikasikan

adanya mekanisme dari senyawa metabolit

sekunder seperti flavonoid, kardioaktif glikosida,

triterpenoid, alkaloid, fenol, resin, antosianin,

tanin, saponin, dan enzim proteolitik yang

terkandung dalam ekstrak biduri terhadap

0

20

40

60

80

100

Kontrol

0%

Ekstrak

0,5%

Ekstrak

1%

Ekstrak

1,5%

Ekstrak

2%

% Mortalitas