Kajian Situasi Dan Kondisi Anak Korban Pariwisata Seks Di Lingkungan Wisata Kota Makassar
DOI:
https://doi.org/10.35706/jpi.v4i1.2002Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi korban pariwisata seks anak (ESKA) beberapa tahun belakangan ini menjadi sorotan berbagai kalangan. Besaran jumlah kasus setiap tahunnya meningkat cukup signifikan. Meskipun belum ada data yang pasti mengenai jumlah dan sebaran khususnya di Makassar, namun di duga perkembangan Eksploitasi Seks/Komersial Anak (ESKA) semakin memprihatinkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji situasi dan kondisi korban pariwisata seks anak dari sisi latar belakang geografis korban dan keluarganya, faktor penyebab korban terjerat sebagai korban pariwisata seks anak, umur, dan pendidikan korban. Lokasi penelitiannya adalah dalam lingkungan Wisata Kota Makassar yang terdiri dari lokasi pantai Losari,Tanjung Bayam, Tanjung Merdeka, Tanjung Bunga, Paotere, Tanjung Bayam, di lokasi pulau yang memiliki daya tarik oseanorium misalnya Khayangan,Samalona, di Lokasi Benteng Roterdam, Lokasi Somba Opu, Trans Studio, dan beberapa lokasi wisata lainnya yang ada di Makassar. Wawancara penelitian dilakukan dengan Kepolisian Resort Kota Makassar, Lembaga Perlindungan Anak, pekerja sosial, staf medis, penduduk setempat, tokoh masyarakat atau tokoh agama, pengelola industri wisata, mucikari/germo, dan korban pariwisata seks anak.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masuknya anak-anak kedalam industry seks, disebabkan oleh karena berasal dari keluarga miskin, anak-anak yang mendapat perlakuan salah dan penindasan, paksaan, penipuan serta situasi keluarga yang tidak nyaman dan bahkan mereka mendapat kekerasan fisik dan seksual di dalam rumahnya sendiri sebelum dikirim ke industri pariwisata, selain itu pengaruh media televisi yang menampilkan nilai komsumerisme dan gaya hidup perkotaan, padahal anak-anak yang berasal dari pinggiran kota dan pedesaan belum mampu memiliki nilai-nilai tersebut. Hal lain disebabkan oleh situasi di mana anak-anak yang berada di daerah wisata rentan untuk menerima eksploitasi seksual dari pelaku kejahatan seksual. Ditinjau dari segi umur dan pendidikan, pada umumnya anak-anak yang menjadi korban memiliki usia sekitar 16-18 tahun, anak sekolahan (SMA), bahkan ada diantarnya hanya sampai pada jenjang SMP lalu putus sekolah.