POLITIK SELEBRITAS DI INDONESIA: STUDI KOMPARASI PEMILU LEGISLATIF TAHUN 1999, 2004 dan 2009
DOI:
https://doi.org/10.35706/jpi.v1i2.588Abstract
Abstrak
Paska jatuhnya rezim Suharto tahun 1998, telah mengubah karakteristik dalam sistem pemilu dimana membawa tren baru dalam politik Indonesia dimana salah satu fiturnya adalah meningkatnya angka selebritis maju sebagai pejabat publik. Dimulai tahun 1999 dengan 2 kandidat selebritis, kemudian bertambah menjadi 24 kandidat di tahun 2004, lalu membludak di tahun 2009 dengan total 61 kandidat yang mencaleg-an diri. Pada pemilu-pemilu tersebut, tiga sistem berbeda digunakan yang mempengaruhi perilaku aktor politik, elit partai, dan kandidat untuk berkompetisi dalam pemilu. Tidak seperti pemilu pada masa Orde Baru, selebritis sering digunakan sebagai alat kampanye untuk meraih simpati konstituen daripada menjadi kandidat. Penelitian ini menganalisis persepsi pemilih terhadap caleg artis yang berkontestasi dalam pemilu 1999, 2004, dan 2009 dengan menganalisis sikap pemilih terhadap afiliasi partai dari kandidat selebriti, kepribadian,dan juga gaya kepemimpinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berbasiskan pada analisis deskriptif analitis. Hasilnya ditemukan bahwa caleg selebriti gagal dalam meraih simpati publik sebagaimana hasil pemilu 2009 menunjukan lebih dari 2/3 dari mereka kalah oleh politisi konvensional. Hal ini mengkonfirmasi bahwa popularitas tidak berbanding lurus dengan elektabilitas, namun faktor kompetensi dalam bidang politik yang berperan penting. Pemilih lebih mengacu pada profesionalisme daripada populisme murahan dalam membuat pilihannya